Minggu, 08 Juni 2014

Pengaruh teknik budidaya Konvensional dan SRI terhadap pertumbuhan Tanaman padi


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PANGAN I

PENGARUH TEKNIK BUDIDAYA KONVENSIONAL DAN SRI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI



NAMA                       :  RASYID TOBING
NO. BP                       :  1210212078
KELAS                      :  E
ASISTEN                   :  Abdul Hafiz Nasution
DOSEN                      :  Prof. Dr. Ir. Irfan Suliansyah, MS
                                       Ir. Reflin, MS


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014






KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Pangan I. Tidak lupa shalawat beriring salam penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan sampai ke zaman yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Selesainya laporan ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari dosen dan asisten Teknologi Produksi Tanaman Pangan I serta bantuan moril dan doa dari keluarga serta partisipasi dari teman-teman praktikan lainnya. Atas semuanya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis juga berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis terutama dan bagipara pembaca nantinya. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan yang ada pada Laporan Teknologi Produksi Tanaman Pangan I ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dari itu semua, penulis meminta kepada pembaca atas kritik dan sarannya agar laporan ini dapat mencapai kesempurnaan. Atas kritik dan sarannya penulis ucapkan terima kasih.



Padang,  05 Juni 2014

                                                                                                                                    Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
DAFTAR ISI  ………………………………………………………………
BAB I     PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………..
1.1. Tujuan ……………………………………………………………
BAB II    TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………..
            2.1. Tanaman Padi ………………………………………………….
            2.2. Teknik Budidaya Secara Konvensional ……………………….
            2.3. Teknik Budidaya Secara SRI ………………………………….
BAB III   BAHAN DAN METODA
3.1.     Waktu dan Tempat ……………………………………………..
3.2.     Alat dan Bahan …………………………………………………
3.3.     Cara Kerja ………………………………………………………
BAB IV    HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Hasil ……………………………………………………………
4.2.      Pembahasan ……………………………………………………
BAB V      PENUTUP
5.1.      Kesimpulan …………………………………………………….
5.2.      Saran ……………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN






BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
             Padi merupakan tanaman pangan yang dikonsumsi secara umum oleh masyarakat Indonesia. Keadaan pangan di suatu Negara dapat menjadi tidak stabil apabila antara kebutuhan dan penyediaan tidak seimbang . Hal ini akan mendorong para petani untuk lebih giat mengerjakan sawahnya, ditanami padi. Upaya peningkatan produksi pertanian utamanya padi masih dan akan tetap merupakan kebutuhan bagi bangsa ini mengingat semakin meningkatnya kebutuhan pangan beras sejalan dengan meningkatnya penduduk dan kualitas hidup masyarakat. Agar tidak terjadi keadaan yang lebih buruk yang dapat mengganggu keberlanjutan sistem produksi padi sawah, maka perlu ditempuh upaya-upaya guna mengkonservasi dan merehabilitasi sumber daya lahan yang ada.
            Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Terna semusim, berakar serabut; batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang; bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula; buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang.
Di Indonesia mayoritas makanan pokoknya adalah nasi. Pada dasarnya nasi berasal dari padi yang diolah menjadi beras, dan kemudian dimasak maka jadilah nasi yang kita konsumsi sehari-hari. Padi dibedakan menjadi beberapa jenis, berdasarkan waktu panen seperti: padi tahunan, padi 3 bulan, padi 4 bulan.
Jenis padi-padi tersebut adalah padi yang ditanam petani Indonesia tergantung pada kondisi tanah. Padi tahunan biasanya ditanam diladang dan di sawah. Sedangkan padi 3 bulan dan padi 4 bulan, ditanam di sawah. Antara padi tahunan dan padi  unggulan (padi 3 bulan dan padi 4 bulan) ada perbedaannya yaitu dari ketahanan terhadap hama penyakit, dan tahan lamanya dalam penyimpanan. Padi tahunan lebih tahan terhadap hama dan penyakit, sedangkan padi unggul sangat rentan terhadap hama dan penyakit, begitu juga dalam penyimpanan padi tahunan lebih tahan lama dibandingkan padi unggul, walau pun padi unggul selalu cepat panen dibanding padi tahunan.
Dalam pembudidayaan padi terlebih dahulu dilakukan penyemaian, penyemaian sebaiknya dilakukan di tempat yang dekat dengan rumah, karena dalam pemeliharaannya akan lebih gampang, yaitu penyiraman bisa dilakukan setiap hari, dapat dijaga dari serangan hama dan penyakit, dan lain-lain.
            Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang begitu luas. Luas daratan sekitar 188,20 juta ha dan memiliki kandungan sumber daya lahan yang sangat bervariasi (jenis tanah, bahan induk, fisiografi dan bentuk wilayah, ketinggian tempat dan iklim). Dari luas daratan tersebut, yang dapat digunakan dalam bidang pertanian sekitar 100,7 juta yang meliputi lahan sawah, tegalan, lahan tanaman tahunan. Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia merupakan salah satu tantangan berat yang harus dihadapi oleh sektor pertanian khususnya tanaman pangan karena besarnya jumlah penduduk berkaitan langsung dengan  penyediaan pangan. Meningkatnya jumlah penduduk berpotensi meningkatkan  jumlah permintaan pangan khususnya padi.
Kebutuhan beras secara nasional di Indonesia masih terbilang besar. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan secara kasar dengan perkalian antara total jumlah penduduk dengan kebutuhan konsumsi  beras per kapita per tahun. Lahan pertanaman sawah merupakan lahan yang paling banyak digunakan bagi masyarakat Indonesia terutama untuk pertanaman padi. Di Indonesia tingkat peningkatan produktivitas padi sawah cenderung menurun. Sistem intensifikasi padi sawah yang telah diterapkan selama ini ternyata belum mampu untuk meningkatkan tingkat baik produksi maupun produktivitas tanaman  padi. Keperluan input yang tinggi juga akan berpengaruh terhadap peningkatan  produktivitas padi, hal tersebut juga perpengaruh oleh pengelolaan yang kurang terpadu dan sistem penanaman yang kurang terpadu yang menyebabkan  peningkatan produksi dan produktivitas padi berkurang. Pengaruh lain seperti terabaikannya penggunaan bahan organik yang menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah.
Penanaman padi termasuk dalam serangkaian kegiatan pembudidayaan tanaman padi. Penanaman padi dilakukan dengan menanam bibit padi pada lahan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Bibit padi yang ditanam haruslah bibit padi yang sehat agar produk yang dihasilkan berkualitas. Penanaman bibit padi yang tidak sehat, akan menyebabkan padi yang dihasilkan dapat terserang bibit  penyakit sehingga produk menjadi tidak sehat. Sistem penanaman konvensional atau yang biasa disebut sistem tegel  biasa dilakukan penggunaan jarak tanam 20x20 cm. Tetapi ada juga penggunaan  jarak yang lebar hal tersebut tergantung dengan kondisi wilayah, musim dan kandungan varietas yang ada pada tanaman.
Ketahanan pangan terhadap produksi padi dapat dilakukan melalui strategi budidaya tanaman padi yang tepat. Pembudidayaan padi secara tepat diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Selain itu,  pembudidayaan padi secara tepat diharapkan juga dapat memperbaiki ketahanan  pangan. Pembudidayaan padi dimulai dengan tahap persiapan bahan tanam dan  penanaman. Permasalahan utama padi adalah terdapat pada produktivitas yang stagnan. Dalam satu dekade terkahir, peningkatan hasil dari per ha tidak singnifikan. Penurunan produksi dan produktivitas padi yang disebabkan kurangnya pengetahuan petani terhadap sistem penanaman dan pola tanaman merupakan salah satu yang menjadi masalah dalam pertanian.
Beberapa cara  penanaman dan pola penanaman padi yang sering diterapkan petani untuk  bercocok tanamn seperti jarak tanam ( 20 x 20 cm), jarak tanam jajar legowo 2:1 ,  jarak tanam jajar legowo 4:1. Pada sistem jajar legowo ada beberapa pegertian yaitu terdapat dua atau lebih baris tanaman padi dan diselingi oelh satu baris yang akan dikosongkan. Dalam satu unit legowo terdiri dari dua atau lebih dalam barisan tanaman dan satu  baris kosong. Jika terdapat dua baris tanam per unit legowo merupakan jajar legowo 2:1, jika tiga baris tanam per unit legowo merupakan jajar legowo 3:1, kalau 4 baris per unit merupakan 4:1. Pada sistem legowo sebagai contoh sistem  jarak tanaman lainnya, ada beberapa pilihan yang dapat diterapkan dalam  penanaman. Jarak tanam akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi. jarak tanam yang lebar kemungkinan tanaman memiliki anakan yang sangat banyak. Pada jarak tanam 50 x 50 cm, tanaman padi dapat menghasilkan sekitar 50-80 anakan dalam satu rumpun. Jika tanam yang sempit hanya menghasilkan jumlah anakan yang sedikit, bahkan pada jarak tanam yang sempit, satu tanaman hanya mampu menghasilkan beberapa anakan saja ( Hatta, Muhammad 2012).
Di Indonesia penanganan sertifikasi benih dilakukan oleh Balai Pengawasan dan Serifikasi Benih yang mempunyai tugas dibidang penilaian kultivar pengujian benih laboratories dan pengawasan pemasaran benih untuk menunjang Dinas Pertanian. Tanaman Pangan dalam pembinaan produksi dan pemasaran benih guna memenuhi kebutuhan intensifikasi. Sertifikasi benih yang dilakukan BPSB bertujuan untuk menjamin kemurnian genetik dengan cara menilai kemurnian pertanaman di lapangan maupun kemurnian benih hasil pengujian benih labortories.
Padi merupakan salah satu produksi unggulan dari produksi pertanian Indonesia, hal ini dikarenakan padi merupakan salah satu bahan pangan pokok atau utama bagi rakyat Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Beras sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, serta terjangkau. Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sedangkan lahan yang tersedia semakin berkurang akibat alih fungsi lahan subur untuk kepentingan industri, perumahan dan penggunaan lahan non pertanian lainnya. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi konsumsi per kapita rata-rata 139 kg per tahun. Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7 persen per tahun dan luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan pada ancaman rawan pangan pada tahun 2030.
            Upaya meningkatkan produksi beras melalui perluasan lahan pada saat ini terbilang sulit, hal ini dikarenakan penambahan jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya sehingga mengakibatkan luas areal pertanian terus menyempit. Kendala lain dalam peningkatan produksi tanaman padi pada saat ini yaitu menurunnya kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebih. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi padi pada saat ini yaitu dengan memaksimalkan lahan yang ada pada saat ini menggunakan teknologi yang ada pada saat ini, tetapi penggunaan teknologi tersebut harus berwawasan lingkungan guna menciptakan pertanian yang berkelanjutan. Pola tanam padi menggunakan metode SRI merupakan salah satu cara mengatasi kendala-kendala yang ada pada saat ini. Pola tanam SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Pertanian dengan menggunakan metode SRI termasuk dalam sistem pertanian yang menggunakan bahan organik sebagai salah satu penunjang dalam sistem tanamnya. Metode SRI pada musim tanam pertama memang tidak menunjukkan hasil yang signifikan, hal ini dikarenakan metode SRI pada tanam pertama tujuannya yaitu untuk memperbaiki kesuburan tanah dari sebuah areal penaman padi. Pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit dan biaya akan semakin mahal.
Salah satu tantangan dalam pembangunan pertanian adalah adanya kecenderungan menurunnya produktivitas lahan. Disisi lain sumberdaya  alam terus menurun sehingga perlu diupayakan untuk tetap menjaga kelestariannya. Demikian pula dalam usahatani padi, agar usahatani padi dapat berkelanjutan, maka teknologi yang diterapkan harus memperhatikan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, sehingga agribisnis padi dapat berlanjut.
Selama ini produksi padi nasional masih mengandalkan sawah irigasi, namun ke depan bila hanya mengandalkan padi sawah irigasi akan menghadapi banyak kendala. Hal tersebut disebabkan banyaknya lahan sawah irigasi subur yang beralih fungsi ke penggunaan lahan non pertanian, tingginya biaya pencetakan lahan sawah baru dan berkurangnya debit air.  Dilain pihak lahan kering tersedia cukup luas dan pemanfaatannya untuk pertanaman padi gogo belum optimal, sehingga ke depan produksi padi gogo juga dapat dijadikan andalan produksi padi nasional. 
Salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktivitas usahatani padi adalah penerapan inovasi teknologi yang sesuai dengan su mberdaya pertanian disuatu tempat (spesifik lokasi). Teknologi usahatani padi spesifik lokasi tersebut dirakit dengan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). 
PTT padi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi usahatani padi dengan menggabungkan komponen teknologi yang memiliki efek sinergistik. Artinya tiap komponen teknologi tersebut saling menunjang dan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang telah menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia, padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Oleh karena itu kebijakan ketahanan pangan menjadi fokus utama dalam pembangunan  pertanian (Anggraini, dkk, 2013). Padi ( Oryza sativa ) termasuk dalam  family Gramineae dan sub family Oryzoides. Padi memiliki hubungan yang dekat dengan tanaman bangsa rumput-rumputan dan tanaman sereal. Secara umum terdiri dari dua jenis (Oryza sativa dan Oryza glaberrima). Padi sebagian besar diproduksi oleh kawasan Asia Tenggara dan Afrika (Bhowmik, et al.2012).
Menurut Soekarno (2006) tahapan budidaya tanaman padi meliputi  persiapan benih, persemaian, pengolahan tanah atau lahan, penanaman dengan ketentuan pola dan jarak tanam tertentu, pemeliharaan,pemberian air, penyiangan  pengendalian HPT dan pemanenan.
Tanaman padi mulai dalam proses perkecambahan hingga masa panen secara umum memerlukan waktu 110 – 115 hari setelah tanam. Sistem perakaran  padi digolongkan ke dalam akar serabut sedangkan batang tanaman padi terdiri dari beberapa ruas yang dibatasi oleh buku-buku. Akar padi yang serabut sangat efektif dalam penyerapan hara tetapi peka terhadap kekeringan sedangkan batang  padi yang berbuku dan berongga dijadikan tempat tumbuh batang anakan seatau daun (Purnomo dan Purnamawati, 2007).
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan didaerah sub tropika. Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan (Prihatman K., 2000).
Padi berakar serabut dan biasanya terletak pada kedalaman tanah 20-30cm (Nurmala Tati S.W., 2003). Akar pada tanaman padi berfungsi untuk menyerap unsur hara dan air , proses respirasi dan menopang tegaknya batang. Padi memiliki 2 macam akar yaitu akar primer dan akar seminal. Akar yaitu akar yang tumbuh dari kecambah biji, sedangkan akar seminal adalah akar yang tumbuh di dekat buku-buku (Sudirman, 2005).
Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 -22 cm dengan pH antara 4 -7 (Prihatman K., 2007).
Daun padi tumbuh pada buku masing-masing 1 buah dengan susunan yang berselang seling. Setiap daun memiliki susunan yang terdiri dari pelepah daun, helai daun, telinga daun dan lidah daun (Sudirman., 2005). Daun bendera adalah daun yang terletak pada tiap batang sebagai daun teratas. Daun ini dominan sekali peranannya pada fase pengisian biji padi (Nurmala Tati S.W., 2003). 
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman padi juga tergolong tanaman pertanian kuno yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, dan Vietnam (Warintek Bantul, 1999).
Secara morfologi tanaman padi termasuk golongan tanaman setahun atau semusim. Batang berbentuk bulat berongga, dan memanjang seperti pita yang berdiri pada ruas-ruas batang dan mempunyai sebuah malai yang terdapat pada ujung batang (AAK, 1990).
Malai merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang timbul dari buku paling atas. Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu utama dari malai, sedangkan butir-butir nya terdapat pada cabang-cabang pertama maupun cabang-cabang kedua. Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah terisi dan menjadi buah. Panjang malai ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai beraneka ragam, pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari 30 cm) (Hirupbagja, 2009).
Waktu padi hendak berbunga, lodicula menjadi mengembang karena ia mengisap air dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang sedang memanjang, keluar dari bagian atas atau samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga diikuti dengan pecahnya kandung serbuk, yang kemudian menumpahkan tepungt sarinya. Sesudah tepung sari ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari ke kepala putik maka selesailah sudah proses penyerbukan. Kemudian terjadilah pembuahan yang menghasilkan lembaga dan endosperm. Endosperm adalah penting sebagai sumber makanan cadangan bagi tanaman yang baru tumbuh (Hirupbagja, 2009).  
Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman. Suhu yang panas merupakan kondisi yang sesuai bagi tanaman padi. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 230 C ke atas, sedangkan di Indonesia pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya hampir konstan sepanjang tahun. Adapun salah satu pengaruh terhadap tanaman padi yaitu kehampaan pada biji (AAK, 1990).
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif (Hirupbagja, 2009).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini meliputi iklim dan jenis tanah. Setiap tanaman menghendaki keadaan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, tanaman padi dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi. Oleh karena itu, sebelum membudidayakan tanaman perlu diketahui terlebih dahulu syarat-syarat ekologi tumbuhnya (Hirupbagja, 2009).
Tanaman padi memerlukan penyinaran mataharipenuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur 22-270 C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-230 C (Hirupbagja, 2009).
Tanaman padi dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tetapi untuk padi yang ditanam di lahan persawahan memerlukan syarat-syarat tertentu, karena tidak semua jenis tanah dapat dijadikan lahan tergenang air. System tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. Oleh karena itu jenis tanah yang sulit menahan air kurang cocok dijadikan lahan persawahan. Sebaiknya tanah yang sulit dilewati air sangat cocok dibuat lahan persawahan (Suparyono, 1997).
Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus (Suparyono, 1997).
Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Tanaman padi dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu :
1.Bagian vegetatif, yaitu terdiri dari akar, batang dan daun.
2.Bagian generatif, yaitu terdiri ari malai atau bulir bunga dan bunga, dan
bentuk gabah.
Padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Dengan kata lain, padi dapat hidup dengan baik di daerah beriklim panas yang lembab (Pitojo, 2003).
Dalam budidaya tanaman padi, pembenihan merupakan salah satu faktor pokok yang harus diperhatikan, karena faktor tersebut sangat menentukan besarnya produksi. Benih padi adalah gabah yang dihasilkan dengan cara dan tujuan khusus untuk disemaikan menjadi pertanaman. Kualitas benih itu sendiri akan ditentukan dalam proses perkembangan dan kemasakan benih, panen dan perontokan, pembersihan, pengeringan, penyimpanan benih sampai fase pertumbuhan di persemaian (Aak, 2006).
Untuk keperluan penanaman seluas 1 ha, benih yang dibutuhkan sebanyak ± 20 kg.  Benih bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air bersih dan kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Selanjutnya diperam dalam karung selama 48 jam dan dijaga kelembabannya dengan cara membasahi karung dengan air. Untuk benih hibrida langsung direndam dalam air dan selanjutnya diperam. Luas persemaian sebaiknya 400 m2/ha (4% dari luas tanam).  Lebar bedengan pembibitan 1,0-1,2 m dan diberi campuran pupuk kandang, serbuk kayu dan abu sebanyak 2 kg/m2. Penambahan ini memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar bisa dikurangi.  Antar bedengan dibuat parit sedalam 25-30 cm (Pitojo, 2003).
2.2. Teknik Budidaya Secara Konvensional
            Pada pertanian konvensional tidak ada teknik khusus untuk menyeleksi benih. Benih hanya direndam di dalam air selama 1 hari 1 malam, selanjutnya benih diperam selama 2 hari 2 malam, dan benih siap untuk disemaikan (Suparyono, 1997).
Pada pertanian konvensional persemaian dilakukan langsung di lahan sawah dengan kebutuhan benih yang banyak yaitu antara 35-45 kg/ha (Suparyono, 1997).
Pada pertanian konvensional umur bibit yang siap ditanam adalah 18-25 hari setelah semai. Satu lubang tanam berisi 5-8 bibit tanaman. Bibit ditanam dengan kedalaman 5 cm (lebih) (Suparyono, 1997).
Pertanian konvensional lahan digenangi air sampai  setinggi 5-7 cm di atas  permukaan tanah secara  terus menerus. Serta untuk pemupukannya pertanian konvensional menggunakan pupuk Urea, TSP, dan KCl. Pada pertanian konvensional hanya bertujuan membuang gulma dan dengan menggunakan herbisida sedangkan untuk pengendalian hama, dalam teknik budidaya secara konvensional menggunakan pestisida kimia (Suparyono, 1997).
Sistem penanaman padi di sawah biasanya didahului oleh pengolahan tanah secara sempurna seraya petani melakukan persemaian. Mula-mula sawah dibajak, pembajakan dapat dilakukan dengan mesin, kerbau atau melalui pencangkulan oleh manusia. Setelah dibajak, tanah dibiarkan selama 2-3 hari. Namun di beberapa tempat, tanah dapat dibiarkan sampai 15 hari. Selanjutnya tanah dilumpurkan dengan cara dibajak lagi untuk kedua kalinya atau bahkan ketiga kalinya 3-5 hari menjelang tanam. Setelah itu bibit hasil semaian ditanam dengan cara pengolahan sawah seperti di atas (yang sering disebut pengolahan tanah sempurna, intensif atau konvensional) banyak kelemahan yang timbul penggunaan air di sawah amatlah boros. Padahal ketersediaan air semakin terbatas. Selain itu pembajakan dan pelumpuran tanah yang biasa dilakukan oleh petani ternyata menyebabkan banyak butir-butir tanah halus dan unsur hara terbawa air irigasi. Hal ini kurang baik dari segi konservasi lingkungan (Sudirman, 2005).
Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi (Sudirman, 2005).

                               I.            Persemaian
Membuat persemaian merupakan langkah awal bertanam padi. Pembuatan persemaian memerlukan suatu persiapan yang sebaik-baiknya, sebab benih di persemaian ini akan menentukan pertumbuhan padi di sawah, oleh karena itu persemian harus benar-benar mendapat perhatian, agar harapan untuk mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai (Sudirman, 2005).
  1. Penggunaan benih
- Benih unggul
- Bersertifikat
- Kebutuhan benih 25 -30 kg / ha
  1. Persiapan lahan untuk persemaian
- Tanah harus subur
- Cahaya matahari
- Pengairan
- Pengawasan
  1. Pengolahan tanah calon persemaian
- Persemaian kering
- Persemaian basah
·         Persemaian Kering
Persemaian kering biasanya dilakukan pada tanah-tanah remah, banyak terdapat didaerah sawah tadah hujan. Persemaian tanah kering harus dilakukan dengan baik yaitu :
  • Tanah dibersihkan dari rumput clan sisa -sisa jerami yang masih tertinggal, agar tidak mengganggu pertumbuhan bibit.
  • Tanah dibajak atau dicangkul lebih dalam dari pada apa yang dilakukan pada persemaian basah, agar akar bibit bisa dapat memasuki tanah lebih dalam, sehingga dapat menyerap hara lebih banyak. Selanjutnya tanah digaru.
  • Areal  persemaian  yang   tanahnya   sempit   dapat   dikerjakan   dengan cangkul, yang pada dasarnya pengolahan tanah ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, agar tanah menjadi gembur (Sudirman, 2005).
Ø  Ukuran bedengan persemaian :
·         Panjang bedengan : 500 -600 cm atau menurut kebutuhan, akan tetapi perlu diupayakan agar bedengan tersebut tidak terlalu panjang
·         Lebar bedengan 100 -150 cm
·         Tinggi bedengan  20 -30 cm
·         Diantara kedua bedengan yang berdekatan selokan, dengan ukuran lebar 30-40 cm.
Pembuatan selokan ini dimaksud untuk mempermudah :
  1. Penaburan benih dan pencabutan bibit
  2. Pemeliharaan bibit dipersemaian meliputi :
  3. Penyiangan
  4. Pengairan
  5. Pemupukan
  6. Pemberantasan hama dan penyakit
Persemaian diupayakan lebih dari 1/25 luas sawah yang akan ditanami, penggunaan benih pada persemaian kering lebih banyak dari persemaian basah (Sudirman, 2005).
·                 Persemaian Basah
Perbedaan   antara   persemaian   kering   dan   basah   terletak   pada penggunaan air. Persemaian basah, sejak awal pengolahan tanah telah membutuhkan genangan air. Fungsi genangan air :
  1. Air akan melunakan tanah
  2. Air dapat mematikan tanaman pengganggu ( rumput )
  3. Air dapat dipergunakan untuk memberantas serangga pernsak bibit
Tanah yang telah cukup memperoleh genangan air akan menjadi lunak, tanah yang sudah lunak ini diolah dengan bajak dan garu masing-masing 2 kali. Namun sebelum pengolahan tanah harus dilakukan perbaikan pematang terlebih dahulu, kemudian petak sawah dibagi menurut keperluan. Luas persemaian yang digunakan 1/20 dari areal pertanaman yang akan ditanami (Sudirman, 2005).
  1. Penaburan benih
Perlakuan sebagai upaya persiapan
Benih terlebih dahulu direndam dalam air dengan maksud :
a.               Seleksi terhadap benih yang kurang baik, terapung, melayang harus dibuang
b.               Agar terjadi proses tisiologis
Proses fisiologis berarti terjadinya perubahan didalam benih yang akhimya  benih  cepat  berkecambah.  Terserap  atau  masuknya  air kedalam benih akan mempercepat proses fisiologis (Sudirman, 2005).
Benih direndam dalam air selama 24 jam, kemudian diperam (sebelumnya ditiriskan atau dietus)
Ø  Lamanya pemeraman
Benih diperam selama 48 jam, agar didalam pemeraman tersebut benih berkecambah.
Pelaksanaan menebar benih
Hal- hal yang hams diperhatikan dalam menebar benih adalah :
    1. Benih telah berkecambah dengan panjang kurang lebih 1 mm
    2. Benih tersebar rata
    3. Kerapatan benih harus sama
  1. Pemeliharaan persemaian
1)  Pengairan
Pada pesemaian secara kering
Pengairan pada pesemaian kering dilakukan dengan cara mengalirkan air   keselokan   yang   berada   diantara   bedengan,   agar   terjadi perembesan sehingga pertumbuhan tanaman dapat berlangsung, meskipun dalam hal ini sering kali ditumbuhi oleh tumbuhan pengganggu atau rumput. Air berperan menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman pengganggu / rumput. Perlu diketahui bahwa banyaknya air dan kedalamanya merupakan faktor
yang memperngaruhi  perkembangan  semai,  terutama  pada pesemaian yang dilakukan secara basah (Sudirman, 2005).
Pada pesemaian basah
Pengairan pada pesemaian basah dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  1. Bedengan digenangi air selama 24 jam
  2. Setelah genagan itu berlangsung selama 24 jam, kemudian air dikurang hingga keadakan macak-macak (nyemek-nyemek), kemudian benih mulai bisa disebar
Pengurangan air pada pesemaian hingga keadaan air menjadi macak- macak ini, dimaksudkan agar benih yang disebar dapat merata dan mudah melekat ditanah sehingga akar mudah masuk kedalam tanah.
  1. Benih tidak busuk akibat genagan air
  2. Memudahkan benih bernafas / mengambil oksigen langsung dari udara, sehingga proses perkecambahan lebih cepat
  3. Benih mendapat sinar matahari secara langsung
Agar benih dalam bedengan tidak hanyut, maka air harus diatur sesuai dengan keadaan, misalnya: bila akan terjadi hujan maka bedengan perlu digenangi air, agar benih tidak hanyut. Penggenangan air dilakukan lagi pada saat menjelang pemindahan bibit dari pesemaian kelahan pertanaman, untuk memudahkan pencabutan.
2)  Pemupukan dipersemaian
Biasanya unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar ialah unsur hara makro. Sedangkan pupuk buatan / anorganik seperti Urea, TSP dll diberikan menjelang penyebaran benih dipesemaian, bila perlu diberi zat pengatur tumbuh. Pemberian zat pengatur tumbuh pada benih dilakukan menjelang benih disebar.

                            II.            PERSIAPAN DAN PENGOLAHAN TANAH
Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah ( struktur tanah ) yang dikehendaki oleh tanaman. Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa tahap :
a. Pembersihan
b. Pencangkulan
c. Pembajakan
d. Penggaruan

a.   Pembersihan
a)      Selokan-selokan perlu dibersihkan
b)      Jerami yang ada perlu dibabat untuk pembuatan kompos
b.   Pencangkulan
Perbaikan pematang dan petak sawah yang sukar dibajak
c.   Membajak
a)      Memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah
b)      Membalikkan  tanah  beserta  tumbuhan  rumput  (  jerami  )  sehingga akhirnya membusuk.
c)      Proses pembusukan dengan bantuan mikro organisme yang ada dalam tanah
d.  Menggaru
a)      Meratakan dan menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah
b)      Pada saat menggaru sebaiknya sawah dalam keaadan basah
Ø  Selama digaru saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup agar lumpur tidak hanyut terbawa air keluar
Ø  Penggaruan yang dilakukan berulang kali akan memberikan keuntungan ¾  Permukaan tanah menjadi rata, ¾  Air yang merembes kebawah menjadi berkurang, Sisa tanaman atau rumput akan terbenam, ¾  Penanaman menjadi mudah, ¾  Meratakan pembagian pupuk dan pupuk terbenam (Sudirman, 2005).
                         III.            PENANAMAN
Dalam penanaman bibit padi, harus diperhatikan sebelumnya adalah :
a.  Persiapan lahan
b.  Umur bibit
c.  Tahap penanaman

a.   Persiapan lahan
Tanah yang sudah diolah dengan cara yang baik, akhirnya siap untuk ditanami bibit padi.
b.  Umur bibit
Bila umur bibit sudah cukup sesuai dengan jenis padi, bib it terse but segera dapat dipindahkan dengan cara mencabut bibit
c.  Tahap penanaman
Tahap penanaman dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
1)  Memindahkan bibit
Bibit dipesemaian yang telah berumum 17-25 hari ( tergantung jenis padinya, genjah / dalam ) dapat segera dipindahkan kelahan yang telah disiapkan.
Syarat -syarat bibit yang siap dipindahkan ke sawah :
a)      Bibit telah berumur 17 -25 hari
b)      Bibit berdaun 5 -7 helai
c)      Batang bagian bawah besar, dan kuat
d)     Pertumbuhan bibit seragam ( pada jenis padi yang sama)
e)      Bibit tidak terserang hama dan penyakit
f)       Bibit  yang  berumur  lebih  dari  25  hari  kurang  baik,  bahkan mungkin telah ada yang mempunyai anakan (Sudirman, 2005).
2)  Menanam
Dalam menanam bibit padi, hal- hal yang harus diperhatikan adalah :
a. Sistim larikan ( cara tanam )
b. Jarak tanam
c.  Hubungan tanaman
d. Jumlah tanaman tiap lobang e. Kedalam menanam bibit
f.  Cara menanam
a)  Sistim larikan ( cara tanam )
·                 Akan kelihatan rapi
·                 Memudahkan pemeliharaan terutama dalam penyiangan
·                 Pemupukan, pengendalian hama dan penyakit akan lebih baik dan cepat
·                 Dan perlakuan-perlakuan lainnya
·                 Kebutuhan bibit / pemakaian benih bisa diketahui dengan mudah
b)  Jarak tanam
Faktor yang ikut menentukan jarak tanam pada tanaman padi, tergantung pada :
  • Jenis tanaman
  • Kesuburan tanah
  • Ketinggian tempat / musim
  1. Jenis tanaman
Jenis padi tertentu dapat menghasilkan banyak anakan. Jumlah anakan yang banyak memerlukan jarak tanam yang  lebih  besar,  sebaliknya  jenis  padi  yang  memiliki jumlah  anakan  sedikit  memerlukan  jarak  tanam  yang lebih sempit (Sudirman, 2005).
  1. Kesuburan tanah
Penyerapan hara oleh akar tanaman padi akan mempengaruhi penentuan jarak tanam, sebab perkembangan akar atau tanaman itu sendiri pada tanah yang subur lebih baik daTi pada perkembangan akar / tanaman pada tanah yang kurang subur. Oleh karena itu jarak tanam yang dibutuhkan pada tanah yang suburpun akan  lebih  lebar  daTi  pada  jarak  tanam  padah  tanah yang jurang subur.
  1. Ketinggian tempat.
Daerah yang mempunyai ketinggian tertentu seperti daerah pegunungan akan memerlikan jarakn tanam yang lebih rapat dari pada jarak tanam didataran rendah, hal ini berhubungan erat dengan penyediaan air. Tanaman padi varietas unggul memerlukan jarak tanam 20 x 20 cm pada  musim  kemarau,  dan  25  x  25  cm  pada  musim hujan.
c)  Hubungan tanaman
Hubungan tanaman berkaitan dengan jarak tanam. Hubungan tanaman yang sering diterapkan ialah :
Ø  Hubungan tanaman bujur sangkar ( segi empat )
Ø  Hubungan tanaman empat persegi panjang.
Ø  Hubungan tanaman 2 baris.
d)  Jumlah tanaman ( bibit ) tiap lobang.
Bibit tanaman yang baik sangat menentukan penggunaannya pada setiap lubang. Pemakian bibit tiap lubang antara 2 -3 batang
e)  Kedalaman penanaman bibit
Bibit yang ditanam terlalu dalam / dangkal menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik, kedalam tanaman yang baik 3 -4 cm.
f)  Cara menanam
Penanaman bibit padi diawali dengan menggaris tanah / menggunakan tali pengukur untuk menentukan jarak tanam.  Setelah  pengukuran  jarak  tanam  selesai dilakukan penanaman padi secara serentak (Sudirman, 2005).

                         IV.            PEMELIHARAAN
Meliputi :
a. Penyulaman dan penyiangan
b. Pengairan
c. Pemupukan
a.   Penyulaman dan penyiangan.
Yang harus diperhatikan dalam penyulaman :
  • Bibit yang digunakan harus jenis yang sama
  • Bibit yang digunakan merupakan sisa bibit yang terdahulu
  • Penyulaman tidak boleh melampoi 10 hari setelah tanam.
  • Selain tanaman pokok ( tanaman pengganggu ) supaya dihilangkan

b.  Pengairan
Pengairan disawah dapat dibedakan :
  • Pengairan secara terns menerus
  • Pengairan secara piriodik

c.  Pemupukan
Tujuannya   adalah   untuk   mencukupi   kebutuhan   makanan   yang berperan  sangat  penting  bagi  tanaman  baik  dalam  proses pertumbuhan / produksi,  pupuk  yang  sering  digunakan  oleh  petani berupa :
  • Pupuk alam ( organik )
  • Pupuk buatan ( an organik ) Dosis pupuk yang digunakan :
  • Pupuk Urea 250 -300 kg / ha
  • Pupuk SP 36 75 -100 kg / ha
  • Pupuk KCI 50 -100 kg / ha     (Sudirman, 2005).

2.3. Teknik Budidaya Secara SRI
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Salah satu teknologi yang sangat potensial untuk meningkatkan produksi beras nasional adalah Budidaya Padi System of Rice Intensification (S.R.I). Budidaya Padi S.R.I. telah diadopsi oleh banyak petani di beberapa Negara (Prihatman K., 2000).
Metode SRI adalah metode yang sangat tepat guna bagi dunia pertanian padi. SRI ini pada dasarnya  adalah cara budidaya padi yang intensif dan efisien dengan proses menejemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan air, tanah dan tanaman. Pada dasarnya SRI ini menyeimbangkan antara kebutuhan tanaman dengan ketersediaan nutrisi yang cukup dan kondisi lingkungan yang tepat. Metode SRI pertama kali ditemukan secara tidak disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 - 1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ, seorang Pastor Jesuit asal Perancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama para petani di sana. Oleh penemunya, metododologi ini selanjutnya dalam bahasa Perancis disebut Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama  System of Rice Intensification disingkat SRI (Prihatman K., 2000).
Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina (ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian, Cornell International Institution for FoodAgriculture and Development (CIIFAD), bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh dengan hasil yang positif (Prihatman K., 2000).
SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director CIIFAD). Pada tahun 1987, Uphoff mengenalkan metode SRI di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar. Hasil metode SRI di Madagaskar, pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, bahkan ada juga yang memperoleh 10 – 15 ton/ha (Prihatman K., 2000).
SRI  minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan dengan metode yang biasa dipakai petani.  Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.  Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organism hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.  Semua unsure potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya (Prihatman K., 2000).
Keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I adalah mengurangi emisi CH4 karena sawah tidak digenangi. Hal ini merupakan keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas. Pemerintah Indonesia sudah menyatakan komitmennya untuk berpertisipasi aktif mengurangi emisi gas rumah kaca. Melalui penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas, emisi metan dari sawah juga akan berkurang secara nyata sehingga secara nasional, Pemerintah Indonesia dapat menunjukkan berpartisipasi aktif dalam menurunkan emisi CH4 (Prihatman K., 2000).
Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali kealam. Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia tetapi memanfaatkan jerami, limbah geraji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk tanahnya. Teknik budidaya ini mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, sistem ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , dan bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100% (Prihatman K., 2000).












BAB III
BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat
            Adapun praktikum Teknologi Produksi Tanaman Pangan I ini dilaksanakan pada tanggal 2 Maret - 25 Mei pada hari minggi di Lahan basah percobaan fakultas pertanian Universitas Andalas, Padang.

3.2 Alat dan Bahan
            Adapun alat yang di gunakan yaitu : alat tulis, tali rafia, cangkul dan mesin bajak, sedangkan bahan yang digunakan yaitu : pupuk urea 300 kg/ha, SP36 200kg/ha dan KCl 100kg/ha.

3.3 Cara Kerja
            Secara konvensional cara kerjanya yaitu :
1.      Pada tanggal 2 maret 2014, pengolahan lahan. Dilakukan dengan cara pencangkulan lapisan olah 20 cm dengan menggunakan cangkul.
2.      Pada tanggal 5 maret dilakukan pembajakan kembali menggunakan mesin bajak.
3.      Tanggal 9 maret dilakukan penanaman padi secara konvensional, jarak tanam yaitu 25cmx25cm, setiap rumpun ditanam 5 batang.
4.      Selasa 18 maret pemberian pupuk urea, SP36 dan KCl, pemberian pupuk 2x sehingga baru diberikan setengah dosis pemupukan rekomendasi. Dilakukan pengairan dan ditahan selama 5 hari agar dapat ditahan oleh tanah.
5.      Setiap hari minggunya mulai dari tanggal 23 maret – 25 mei di lakukan pengamatan dan penyiangan gulma jika ada.

Cara kerja metode adi SRI yaitu :
1.      9 maret dilakukan pengolahan lahan, luas lahan yang digunakan yaitu 242,5m2.
2.      10 maret dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang 200kg/240m2. Serta dilakukan pegairan lahan selama 1 minggu
3.      16 maret, meratakan lahan yang akan ditanami benih padi, pengeringan lahan hingga kondisi air pada lahan macak-macak. Setelah itu dilakukan penanaman benih 1 batang dengan jarak tanam 25cmx25xm.
4.      23 maret – 25 april di lakukan perawatan dan pengamatan.



























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. HASIL
Metode padi konvensional :
Sampel
Pngmtn
Tanggal
24
30
6
13
17
27
4
11
18
25
1
Tinggi 
42
54
66
73
78
80
90
111,5
125
139,5
Anakan
7
28
30
34
38
41
52
55
56
56
Malai
-
-
-
-
-
-
-
7
11
15
2
Tinggi 
44
48
60
71
75
76,5
98,5
110
115
123
Anakan
8
11
15
28
35
38
45
50
47
49
Malai
-
-
-
-
-
-
-
10
14
18
3
Tinggi 
44
53
64
73
79
84
95,5
110,5
128
131
Anakan
13
28
31
35
37
40
50
53
55
56
Malai
-
-
-
-
-
-
-
14
17
22
4
Tinggi 
40
47
62
70
83
88
96
116,5
119
133
Anakan
17
21
31
33
33
35
42
48
50
53
Malai
-
-
-
-
-
-
-
8
12
15




Metode padi SRI :
Sampel
Pngmtn
Tanggal
24
30
6
13
17
27
4
11
18
25
1
Tinggi 
25
37
40
41
52
56
70,5
90
110
122
Anakan
-
6
9
15
21
30
32
40
45
52
Malai
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
Tinggi 
20,5
37
39
47
53
57,5
75,5
102,5
130
137
Anakan
-
3
5
10
21
25
26
32
38
47
Malai
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
Tinggi 
19,2
30
38
50
61
70
69
100,5
140
145
Anakan
-
4
7
13
19
23
24
35
43
50
Malai
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
Tinggi 
23
30
43
49
54
57
80,8
95,5
110
125
Anakan
-
4
8
14
17
24
34
28
40
48
Malai
-
-
-
-
-
-
-
-

-


4.2. Pembahasan
            Berdasarkan pada pengamatan dan praktikum yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwasanya dalam praktikum ini pertumbuhan tanaman padi dengan teknik budidaya secara konvensional lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman padi dengan teknok budidaya secara SRI. Hal ini tentu bertolak belakang dengan keadaan yang seharusnya karena sistem SRI menurut penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan oleh ahli tanaman padi, lebih baik dibandingkan dengan sistem konvensional. Hal ini karena sistem SRI dimaksudkan untuk dapat meningkatkan produksi tanaman padi agar dapat mencukupi kebutuhan masyarakat akan tanaman pangan ini. SRI  minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan dengan metode yang biasa dipakai petani.  Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen.  Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organism hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi.  Semua unsure potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Kesalahan ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pemantauan selama penanaman padi ini. selain itu mungkin juga saat pengolahan lahannya terdapat kesalahan atau pun kurang tepat. Dan menurut penulis, faktor petakan sawah yang sangat besar juga mempengaruhi keberhasilan dari cara ini, Karena dengan kondisi petakan sawah yang sangat besar tersbut mengakibatkan kesulitan dalam pemeliharaan. Kita tahu bahwa sistem tanam dengan SRI tidak menghendaki air yang tergenang, site mini lebih menghendaki air yang macak-macak. Hal ini juga berkaitan dengan jumlah bibit yang ditanam, pada sistem SRI bibit yang ditanam hanya satu atau sebatang per lubang, sehingga sangat rentan sekali jika terserang hama keong, jadi sangat harus diperhatikan sekali kondisi air di petakan tersebut jangan sampai tergenang.
Metode SRI adalah metode yang sangat tepat guna bagi dunia pertanian padi. SRI ini pada dasarnya  adalah cara budidaya padi yang intensif dan efisien dengan proses menejemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan air, tanah dan tanaman. Pada dasarnya SRI ini menyeimbangkan antara kebutuhan tanaman dengan ketersediaan nutrisi yang cukup dan kondisi lingkungan yang tepat.




BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Salah satu strategi dalam upaya pencapaian produktivitas usahatani padi adalah penerapan inovasi teknologi yang sesuai dengan su mberdaya pertanian disuatu tempat (spesifik lokasi). Teknologi usahatani padi spesifik lokasi tersebut dirakit dengan menggunakan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali kealam. Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia tetapi memanfaatkan jerami, limbah geraji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk tanahnya. Teknik budidaya ini mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, sistem ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% , dan bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.
Pada pertanian konvensional tidak ada teknik khusus untuk menyeleksi benih. Benih hanya direndam di dalam air selama 1 hari 1 malam, selanjutnya benih diperam selama 2 hari 2 malam, dan benih siap untuk disemaikan.

5.2. Saran
            Adapun saran yang dapat penulis sampaikan pada praktikum Teknologi Produksi Tanaman Pangan I ini, semoga nantinya dalam pelaksanaan praktikum ini akan lebih baik lagi. Dan diharapkan kepada praktikan untuk lebih serius dalam menjalani praktikum agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan maksimal.








   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar